PROFIL
YAYASAN ILTIZAM TAUHID WA TAQWA
YAYASAN ILTIZAM TAUHID WA TAQWA
1. Yayasan ITT
Yayasan Iltizam at-Tauhid wa at-Taqwa (ITT) dirintis pada 1985 dengan nama awal Yayasan Al-Muttaqin. Pada tahun 1998 Bersamaan dengan adanya peraturan bahwa semua yayasan harus mendaftar ulang, dan ternyata banyak nama yang sama dengan Yayasan Al-Muttaqin, maka Yayasan Al-Muttaqin diubah nama menjadi Yayasan Iltizam Tauhid wa Taqwa (ITT).
Berawal dari keterpanggilan dan kepedulian terhadap masyarakat sekitar, HM. Basri Bakri, pendiri Yayasan ITT yang juga merupakan alumni Diniyah Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta 1967, Diniyah rintisan Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki di Gading Surakarta 1969, SMP Al-Islam Surakarta, Pondok Pesantren Pabelan Muntilan Magelang 1979. pada awalnya beliau menyelenggarakan pendidikan agama (madrasah diniyah) di masjid Al-Muttaqin. Beliau berharap dengan adanya pendidikan agama yang baik akan tumbuh generasi muda Islam yang memiliki akidah dan pengetahuan yang baik.
2. Pondok Pesantren Daar Al-Muttaqin
Dengan dibukanya jenjang pendidikan dasar di SDII Nurul Musthofa, ternyata terdapat beberapa santri dari luar kota Klaten, maka pada 2001 didirikan Pondok Pesantren Daar Al- Muttaqin, sebagai asrama bagi santri dan santriwati. Demi menjaga kerukunan dan misi keumatan, pada 2004 HM Basri Bakri mewakafkan tanah dan bangunan Masjid Al-Muttaqin kepada Nahdlatul Ulama (NU), yang kebetulan satu lokasi dengan gedung Madrasah Diniyah Al-Muttaqin. Gedung dan masjid baik yang diwakafkan ke Muhammadiyah maupun NU kesemuannya tetap atas pengelolaan Yayasan Iltizamu Tauhid Taqwa (ITT). Kewenangan pengelolaan oleh Yayasan ITT tersebut diharapkan agar netralitas dan kemaslahatan umat (di atas dan untuk semua golongan) tetap terbina dalam mengelola Lembaga Pendidikan Islam Internasional Nurul Musthofa.
3. Madrasah Diniyah Al-Muttaqin
Setelah meninggalkan Pondok Pabelan Magelang dengan seorang diri pada 1979, HM Basri Bakri memulai mendidik 9 santri di masjid Al-Muttaqin dengan lentera (teplok) seadanya. Semua santri merupakan warga desa sekitar Masjid Al-Muttaqin Troditan Bolopleret Juwiring Klaten. Setelah berlangsung selama lebih kurang satu tahun pengajaran al-Qur’an, ilmu dasar agama Islam dan bahasa Arab (durus lughoh, Gontor) dirasakan menunjukkan hasil yang baik, kegiatan pengajian beliau konsultasikan kepada guru beliau sewaktu mengaji di kampung, yaitu KH Musthofa. Sang guru memberikan amanat agar pengajian yang sudah berjalan tersebut di buat Madrasah Diniyah Sore. Pada 1980 Madrasah Diniyah Al-Muttaqin mulai berjalan dengan memakai rumah pendiri (sekarang kamar putra Pondok Pesantren Daar Al-Muttaqin), dan atas rahmat Allah SWT, animo masyarakat Kecamatan Juwiring sangat baik, di hadapan para jamaah haji Juwiring, pada 1983, di rumah tokoh masyarakat alm. Bapak H Fadhil, mandat tentang pengajaran al-Qur’an, juga beliau terima dari sesepuh Muhammadiyah Juwiring, Mbah H Siswo (Bapak dari H Muhson Burhani, tokoh Muhammadiyah Surakarta).
Seiring dengan bertambahnya santri di madrasah Al-Muttaqin, fasilitas lokasi bekas open tembakau, penyimpanan padi dan kandang ayam, yang merupakan peninggalan orang tua HM Basri Bakri, terpaksa dipakai sebagai tempat pengajian.
Pada 1995, bangunan lama direnovasi dan mulai dibangun gedung baru Madrasah Diniyah Al-Muttaqin, dengan proyeksi 4 lantai. Selama pembangunan lantai pertama berlangsung, para santri madrasah melangsungkan belajar mereka dengan meminjam rumah-rumah warga kampung Dukuh Troditan Bolopleret. Dengan visi keumatan, maka pada 1995 HM Basri Bakri mewakafkan tanah ke lembaga keagamaan Muhammadiyah .
0 komentar:
Posting Komentar